Aussy Mocks Indonesia
Nilai Australia Tidak Konsisten Hubungan diplomatik Indonesia-Australia akan semakin memburuk. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali melontarkan pernyataan keras untuk mereaksi sikap pemerintah Australia yang memberikan visa sementara kepada 42 WNI pencari suaka (asylum seekers) asal Papua.
JAKARTA - Australia dinilai tidak konsisten. Di satu sisi, Australia menyatakan mendukung kedaulatan RI. Di sisi lain, mereka memberikan visa kepada warga Papua serta tempat bagi gerakan separatis Papua untuk ”berkampanye” di Negeri Kanguru itu.
”Yang kita butuhkan wujudnya, implementasinya. Harus jelas. Bagaimana mungkin kalau signal-nya confusing,” kata Presiden SBY ketika membuka musyawarah perencanaan pembangunan tingkat nasional (musrenbangnas) di Jakarta kemarin. Hadir dalam acara itu Wapres Jusuf Kalla, seluruh menteri Kabinet Indonesia Bersatu, gubernur, bupati/wali kota, dan kepala Bappeda se-Indonesia.
SBY mengatakan, Indonesia harus bersikap tegas terhadap pemberian visa bagi 42 warga Papua itu. Pasalnya, perlindungan Australia menunjukkan dukungan pada upaya separatisme di Papua yang merongrong kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia.
”Sikap kita sangat jelas. Kita harus me-review kembali kerja sama dan hubungan diplomatik dengan Australia sampai benar-benar adil. Kita akan bekerja sama dalam illegal migration. Kita tata kembali agar baik untuk Indonesia, Australia, dan dunia,” kata SBY.
Presiden lantas menceritakan, sejak 1955 bersama bangsa Asia-Afrika, Indonesia membangun tata dunia baru yang terjaga hingga kini. ”Indonesia ingin dan tetap menjadi anak baik yang kontributif pada tatanan dunia. Tetapi, Indonesia jangan dilecehkan, dipermainkan, dan tidak mendapatkan keadilan,” tegas SBY.
Presiden menegaskan, pemerintahan yang dipimpinnya berkomitmen untuk menjalankan demokrasi, menegakkan HAM, dan peduli pada lingkungan hidup. ”Karena itu, Indonesia tetap memelihara hubungan baik secara adil dan jujur. Kita harus menyelesaikan (persoalan, red) hubungan Indonesia dan Australia,” tegasnya.
Presiden juga menginginkan Indonesia menjadi negara kuat secara politik, ekonomi, dan militer sehingga kembali disegani negara-negara tetangga. Indonesia harus berani menetapkan target waktu serta konsisten untuk menjadi negara yang kuat di kawasan.
”Kalau kita kuat, tidak akan ada yang bermain-main dengan kedaulatan kita, tidak ada insiden di Ambalat, dan tidak ada kasus pemberian suaka oleh pemerintah Australia,” ujar presiden.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Desra Percaya mengungkapkan, Indonesia menyambut baik kebijakan imigrasi baru Australia. Yakni, memulangkan imigran yang datang ke daratan Australia ke pulau-pulau terluar. ”Kami sangat menghargai langkah pemerintah Australia,” ujarnya.
Meski begitu, Desra mengatakan masih belum mengetahui kebijakan baru tersebut secara detail. Begitu juga dengan rencana pemerintah Australia terhadap ke-42 warga negara Indonesia (WNI) asal Papua tersebut. ”Ada beberapa hal yang masih belum jelas mengenai kebijakan baru tersebut,” ujarnya.
Karena itu, kata dia, pemerintah Australia pada 21 April akan mengirimkan satu wakilnya dari Kementerian Luar Negeri Australia, Michael L’Estrange, ke Jakarta untuk memaparkan kebijakan baru itu. ”Kami juga akan menggunakan kesempatan itu untuk menanyakan kebijakan Australia terkait ke-42 WNI asal Papua tersebut,” cetusnya.
Sementara itu, terkait permintaan Siti Pandera Wanggai agar Deplu membantu pemulangan anaknya, Aneke Wanggai, Deplu telah mengirimkan stafnya ke Papua. Di sana, perwakilan Deplu akan membantu memfasilitasi kepulangan Aneke Wanggai.
”Besok (hari ini, red), perwakilan Deplu berangkat ke Papua,” ujarnya. Apakah ada kemungkinan Aneke bisa dibawa pulang? ”Kemungkinan itu selalu ada,” lanjutnya.
Aneke merupakan salah satu WNI yang mendapatkan visa tinggal sementara bersama 41 WNI asal Papua lainnya. Bocah berumur empat tahun itu dibawa ke Australia oleh ayahnya, Yunus Wanggai, tanpa sepengetahuan Siti.
Kakek Siti Pandera Wanggai, Cornelis, kemarin mendatangi Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Cornelis meminta Kontras untuk membantunya mencari Siti Pandera Wanggai yang hilang sejak Selasa lalu.”Siti menghilang sebelum berangkat ke Jakarta,” kata Kepala Bidang Operasional Kontras Edwin Partogi kemarin.
Selain itu, Cornelis meminta bantuan Kontras untuk bertemu Presiden SBY, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, dan Duta Besar Australia Bill Farmer. ”Mereka ingin menanyakan langkah pemerintah memulangkan Aneke dan mencari Siti Wanggai,” katanya.
Perwakilan Kontras di Papua juga telah memverifikasi laporan itu ke lapangan. Serta, mengecek hubungan Cornelis Wanggai dengan keluarga yang ada di Papua.”Kami ingin mengecek hubungan keluarga yang datang (ke Kontras) dengan yang di Papua,” lanjutnya.
JAKARTA - Australia dinilai tidak konsisten. Di satu sisi, Australia menyatakan mendukung kedaulatan RI. Di sisi lain, mereka memberikan visa kepada warga Papua serta tempat bagi gerakan separatis Papua untuk ”berkampanye” di Negeri Kanguru itu.
”Yang kita butuhkan wujudnya, implementasinya. Harus jelas. Bagaimana mungkin kalau signal-nya confusing,” kata Presiden SBY ketika membuka musyawarah perencanaan pembangunan tingkat nasional (musrenbangnas) di Jakarta kemarin. Hadir dalam acara itu Wapres Jusuf Kalla, seluruh menteri Kabinet Indonesia Bersatu, gubernur, bupati/wali kota, dan kepala Bappeda se-Indonesia.
SBY mengatakan, Indonesia harus bersikap tegas terhadap pemberian visa bagi 42 warga Papua itu. Pasalnya, perlindungan Australia menunjukkan dukungan pada upaya separatisme di Papua yang merongrong kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia.
”Sikap kita sangat jelas. Kita harus me-review kembali kerja sama dan hubungan diplomatik dengan Australia sampai benar-benar adil. Kita akan bekerja sama dalam illegal migration. Kita tata kembali agar baik untuk Indonesia, Australia, dan dunia,” kata SBY.
Presiden lantas menceritakan, sejak 1955 bersama bangsa Asia-Afrika, Indonesia membangun tata dunia baru yang terjaga hingga kini. ”Indonesia ingin dan tetap menjadi anak baik yang kontributif pada tatanan dunia. Tetapi, Indonesia jangan dilecehkan, dipermainkan, dan tidak mendapatkan keadilan,” tegas SBY.
Presiden menegaskan, pemerintahan yang dipimpinnya berkomitmen untuk menjalankan demokrasi, menegakkan HAM, dan peduli pada lingkungan hidup. ”Karena itu, Indonesia tetap memelihara hubungan baik secara adil dan jujur. Kita harus menyelesaikan (persoalan, red) hubungan Indonesia dan Australia,” tegasnya.
Presiden juga menginginkan Indonesia menjadi negara kuat secara politik, ekonomi, dan militer sehingga kembali disegani negara-negara tetangga. Indonesia harus berani menetapkan target waktu serta konsisten untuk menjadi negara yang kuat di kawasan.
”Kalau kita kuat, tidak akan ada yang bermain-main dengan kedaulatan kita, tidak ada insiden di Ambalat, dan tidak ada kasus pemberian suaka oleh pemerintah Australia,” ujar presiden.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Desra Percaya mengungkapkan, Indonesia menyambut baik kebijakan imigrasi baru Australia. Yakni, memulangkan imigran yang datang ke daratan Australia ke pulau-pulau terluar. ”Kami sangat menghargai langkah pemerintah Australia,” ujarnya.
Meski begitu, Desra mengatakan masih belum mengetahui kebijakan baru tersebut secara detail. Begitu juga dengan rencana pemerintah Australia terhadap ke-42 warga negara Indonesia (WNI) asal Papua tersebut. ”Ada beberapa hal yang masih belum jelas mengenai kebijakan baru tersebut,” ujarnya.
Karena itu, kata dia, pemerintah Australia pada 21 April akan mengirimkan satu wakilnya dari Kementerian Luar Negeri Australia, Michael L’Estrange, ke Jakarta untuk memaparkan kebijakan baru itu. ”Kami juga akan menggunakan kesempatan itu untuk menanyakan kebijakan Australia terkait ke-42 WNI asal Papua tersebut,” cetusnya.
Sementara itu, terkait permintaan Siti Pandera Wanggai agar Deplu membantu pemulangan anaknya, Aneke Wanggai, Deplu telah mengirimkan stafnya ke Papua. Di sana, perwakilan Deplu akan membantu memfasilitasi kepulangan Aneke Wanggai.
”Besok (hari ini, red), perwakilan Deplu berangkat ke Papua,” ujarnya. Apakah ada kemungkinan Aneke bisa dibawa pulang? ”Kemungkinan itu selalu ada,” lanjutnya.
Aneke merupakan salah satu WNI yang mendapatkan visa tinggal sementara bersama 41 WNI asal Papua lainnya. Bocah berumur empat tahun itu dibawa ke Australia oleh ayahnya, Yunus Wanggai, tanpa sepengetahuan Siti.
Kakek Siti Pandera Wanggai, Cornelis, kemarin mendatangi Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Cornelis meminta Kontras untuk membantunya mencari Siti Pandera Wanggai yang hilang sejak Selasa lalu.”Siti menghilang sebelum berangkat ke Jakarta,” kata Kepala Bidang Operasional Kontras Edwin Partogi kemarin.
Selain itu, Cornelis meminta bantuan Kontras untuk bertemu Presiden SBY, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, dan Duta Besar Australia Bill Farmer. ”Mereka ingin menanyakan langkah pemerintah memulangkan Aneke dan mencari Siti Wanggai,” katanya.
Perwakilan Kontras di Papua juga telah memverifikasi laporan itu ke lapangan. Serta, mengecek hubungan Cornelis Wanggai dengan keluarga yang ada di Papua.”Kami ingin mengecek hubungan keluarga yang datang (ke Kontras) dengan yang di Papua,” lanjutnya.